Ganbai Ganbai

Teman makan malam saya itu terus saja minum Motai –minuman keras termahal di Tiongkok. Padahal ia yang tadi mengemudikan mobil ke restoran ini. Padahal aturan di Tiongkok keras: yang baru minum alkohol dilarang setir mobil. Lantas siapa yang akan menyetir mobil pulangnya nanti.
Saya sempat khawatir: jangan-jangan kami nanti distop polisi di tengah jalan. Ternyata ada cara baru di Tiongkok: App telah menyelamatkan para peminum alkohol.
Panggil sopir aplikasi.
Di Tiongkok kita bisa panggil sopir aplikasi setiap saat. Tidak sampai lima menit sopir aplikasi itu tiba. Ia datang naik sepeda lipat listrik.
Maka selesai makan, teman saya itu buka aplikasi. Saat kami tiba di parkiran, sopir aplikasi tiba. Hampir bersamaan. Ia tahu harus menuju tempat parkir nomor berapa. Mobilnya merek apa. Warna apa.
Sepeda lipatnya lantas ditaruh di bagasi. Kami pun aman di perjalanan pulang. App telah membuka lapangan kerja baru. Sopir aplikasi sudah tahu di resto mana yang banyak memerlukan jasanya.
Pencipta App itu tahu orang Tiongkok sulit meninggalkan minuman keras. Ada saja jalan untuk tetap bisa menikmatinya.
Di setiap makan seperti itu pihak pengundang yang menyediakan minuman kerasnya. Bukan beli dari restoran. Membawa sendiri dari rumah.
Seperti Minggu malam lalu. Teman saya itu membawa sendiri dua botol Motai dari rumahnya.
Kami 10 orang makan malam. Mejanya besar. Bundar. Di tiap depan kursi sudah ditata rapi: piring besar, piring kecil, bangkok, sumpit hitam, sumpit gading, sendok, beberapa saus bebek panggang, gelas besar, gelas sedang, teko kecil dari kaca dan gelas sangat kecil.
Bagian tengah mejanya berputar. Di situlah makanan ditaruh –18 jenis masakan.
Sumpit warna gading dan hitam beda fungsi. Yang gading untuk mengambil makanan dari atas meja dipindah ke piring sendiri. Sumpit hitam untuk kita makan.
Aturan dua jenis sumpit itu berlaku sejak ada wabah SARS di Tiongkok. Lalu kian membudaya setelah ada Civid-19.
Setiap ikut makan besar seperti itu saya menaruh hormat pada mereka: tidak ada menu daging babi di atas meja. Padahal saya sudah sampaikan: silakan sediakan daging babi, asal saya diberi tahu yang mana yang daging babi.
Mereka tetap tidak mau. Masih banyak daging lain yang bisa disajikan: sapi, domba, kelinci, ayam, bebek, angsa. Tapi untuk minuman keras mereka tidak punya pilihan lain: harus minum. Harus banyak. Harus bertambah-tambah.
Gelas paling kecil tadi –seukuran jempol bayi– adalah gelas untuk minum 白酒. Minuman dari botol Motai dituang dulu ke gelas kaca berbentuk teko. Isinya kira-kira 150 cc. Dari situ baru dituangkan ke gelas kecil. Siap bersulang.
Yang pertama mengajak bersulang haruslah yang duduk di ''kursi ketua''. Meski bentuk kursinya sama, dan mejanya bundar, kami sudah tahu yang mana yang disebut ''kursi ketua''. Yakni yang –agak sulit menjelaskannya.
Sabtu malam itu saya diminta duduk di kursi ketua. Saya menolak. Dipaksa. Untung tamu lain segera datang: mantan duta besar Tiongkok di Indonesia. Saya pun selamat.
Tapi hari berikutnya, Minggu malam kemarin, saya dipaksa lagi. Juga menolak. Saya bukan siapa-siapa lagi, kata saya. Tapi tetap saja dipaksa.
Saya mencoba ganti memaksa tamu lain. Dia lebih pantas dari saya. Dia adalah ketua tim dokter yang merawat saya usai operasi ganti hati 18 tahun lalu. Saya harus menghormati dia.
Dia tidak mau. Saling tolak. Akhirnya voting informal. Saya kalah.
Berarti sayalah yang harus pertama berdiri mengajak semua tamu bersulang. Saya harus mengawalinya dengan ''pidato'' kecil mengapa kita harus bersulang. Agar persahabatan abadi. Agar semuanya sehat. Agar semuanya dikaruniai kebahagiaan. Agar hidup kian makmur. Agar... Ucapkan apa saja yang penting untuk kebaikan bersama.
Tentu saya bisa mengucapkan semua itu. Sudah sering menyaksikannya. Tinggal meniru. Tapi saya tidak bisa memegang gelas kecil –meskipun sebagai bentuk pura-pura.
Saya pun minta maaf karena tidak minum minuman keras. Sebenarnya itu tidak sopan tapi mereka memaklumi.
Maka saya angkat gelas berisi jus. Mengajak mereka bersulang. Ketua dokter di sebelah saya angkat gelas kecil berisi minuman keras. Pun beberapa dokter lainnya. Dua orang lagi angkat gelas jus –saya sempat meliriknya sesapuan.
Setelah ''pidato kecil'' saya pun berseru: "Ganbai!” pertanda saya mengajak mereka bersulang.
"Ganbai!!!,” sahut mereka. Lalu kami pun saling menabrakkan gelas: Ting! Ting! Ting! Barulah meneguk isinya.
Maksud kata ''ganbai'': minumlah sampai habis. Sampai gelasnya kosong. Masing-masing lantas menunjukkan gelas mereka sudah kosong.
Untuk diisi lagi.
Saya lirik gelas kecil ketua dokter di sebelah saya: masih sama. Isinya tidak berkurang. Berarti dia tadi tidak meminumnya. Hanya seperti minum. Agar terlihat kompak.
Dua orang yang minum jus ternyata beralasan pulangnya nanti mereka harus mengemudikan mobil. Dimaklumi.
Yang lain terus saja mengisi gelas kosong. Saling mengajak bersulang. Satu tamu mendatangi kursi tamu lain: mengajak bersulang. Nanti tamu yang diajak bersulang itu ganti mendatanginya untuk balas bersulang.
Tidak habis-habisnya. Dua botol Motai pun habis. Harganya Rp 30 juta.
Begitulah malam-malam saya di Beijing. Juga siang-siang saya. Dari ganbai ke ganbai.
Saya sudah belajar banyak bagaimana ber-ganbai yang sopan dan merendah: waktu saya membenturkan ke gelas teman selalu posisi bibir gelas saya jangan sampai di atas bibir gelas teman itu. Ia juga tahu itu. Ia juga tidak mau bibir gelasnya lebih tinggi. Maka kadang kami saling menurunkan posisi gelas.
Senin pagi kemarin saya mulai terbebas dari semua itu. Saya sudah bisa di pesawat menuju New York. Tidak akan ada ganbai di perjalanan saya di Amerika. (Dahlan Iskan)
Komentar Pilihan Dahlan Iskan Edisi 19 Mei 2025: Ariono Taufiq
Mz Arifin
Kalau nggak cepet kena gebrak meja. Gebrak meja, bisa karena sedang nggeplak nyamuk, lalat, coro. Bisa juga karena ngantuk. Bisa karena sedang latihan tinju. Bisa karena murka.
djokoLodang
-o-- KECIL BESAR ... Yang sejak merasa dianggap kecil itu namanya kian besar. ... *) Dianggap, ya biar aja. Kan hanya dianggap. Belum tentu benar. Contohnya? Tahu kepala korek api? Namanya "penthol". Besar, kan? Pentholan, dedengkot. besaaar!! Tapi, coba bandingkan. Lebih besar mana? Penthol atau penthil? --koJo.-
djokoLodang
-o-- ... Saya pun memberi tahu Ariono: zaman sudah berubah. Menulis artikel di media yang tidak berbayar juga tidak menerima bayaran. ... *) Anda tahu lagi "Soldier of Fortune"? Lagu beken abad lalu, yang sekarang pun masih nyaman di telinga. Dulu, saya kira "Soldier of Fortune" itu tentara yang beruntung. Selamat, tidak gugur di medan pertempuran. Ternyata, itu sebutan untuk "Tentara Bayaran". Yang belum tentu beruntung. --koJo.-
Rashad Alvarado
Yo ben gak di paido komentator Eyang. Mangkane nyilih tangan. Gak di bayar pisan wonge. Sakno. Wkwk
bagus aryo sutikno
Kwkwkwkwkwkw . Semua perusuh itu dermawan. Tapi tidak semua dermawan itu perusuh
Lagarenze 1301
Santai sejenak. Seorang pria masuk ke sebuah kafe dan berteriak, "Semua pengacara itu bajingan!" Pria lain di kafe itu berdiri dan menghardik, "Hei, hati-hati dengan ucapanmu." Pria pertama berkata, "Kenapa kamu tersinggung? Kamu pengacara?" Pria itu berkata, "Tidak, aku bajingan."
siti asiyah
Hebatnya pemain kawakan, improvisasi dadakannya selalu segaris dengan skenario yang sudah dipersiapkan. Masih yakin kalau pak DI tidak terbawa arus bahas ijazah ?
Achmad Faisol
Kalau Taufiq bisa membuktikan terjadinya maladministrasi, maka implikasi hukum sangat berat. Keterpilihan Jokowi di pilwali kota Solo sampai presiden dua periode tidak sah. Kalau keterpilihannya dinyatakan tidak sah secara administrasi, berarti kebijakan-kebijakan Jokowi saat menjabat juga tidak sah. ####### https://youtu.be/HjpU7nsURO8?si=26g37gt_HcQ5Q2gK itu podcast pak mahfud bahwa, seandainya pun ijazah pak jokowi palsu, maka semua keputusan selama menjabat tetap sah, kecuali ada tindak pidana yang dilakukan, misalnya korupsi... sudah ada contoh di zaman presiden sebelumnya... kalau urusan tata negara, yang lebih kompeten ya ahli hukum tata negara...
Kujang Amburadul
Tolong Tim IT, saya menulis komentar ini via MS Edge di laptop. Bagus dan lancar. Tetapi mencoba untuk me"Reply" komentar lain kok gak bisa ya. Sudah klik-klik berkali-kali tetep aja "ndablek" nih kolom komentar-Reply-nya. Trims. Bah DI, tolong uang kopinya ya buat mereka biar cepet ada perbaikan hehe...!
Herry Isnurdono
Abah DI itu super sibuk. Pasti banyak acara dan banyak tempat yg harus didatangi. Saya meragukan jika Abah DI secara 'detil tahu tentang perkembangan Ijazah Jokowi. Gugatan di Solo, pihak Jokowi menolak damai dgn penggugat. Proses hukumnya, pengadilan akan meneruskan perkaranya. Giliran pengguat siap2 membuktikan semua tuduhannya. Sedangkan utk laporan Jokowi, di Polda Metro Jaya, masuk babak pemanggilan Terlapor. Yang sudah diperiksa, RS, TT, RF, MS. Untuk AS mangkir alasan tidak terima surat panggilan. ES kabur ke LN, alasan berobat. ES trauma pernah di sel dgn ukuran 1 x 3 m. Ini masih tahap penyelidikan. Nanti jika naik ke tahap penyidikan, dan terdapat 2 bukti permulaan, siap2 Terlapor dijadikan TSK. Abah DI punya pengalaman tentang pengadilan. Pernah jadi TSK. Juga pernah jadi Terdakwa. Beruntung Lawyernya Prof. YIM. Jadi bisa lolos dari penjara. Abah DI sah2 aja, ikut mendukung, atau 'mengompori para Terlapor masalah Ijazah Jokowi. Karena yg bakal masuk penjara bukan Abah DI. Mantan Ketua KPK, dipanggil Penyidik, mangkir. Masih bisa 'ngeles, bahwa dia tidak ada urusan dengan Ijazah Jokowi. Takut lah. Jadi biar 'fair besok CHD menulis, cerita Terlapor, yg dipanggil Penyidik. Mereka diberi panggung di CHD, utk cerita pengalaman di kantor Polda MJ, berjam-jam. Atau Abah DI tulis pengalaman dulu lawan Kejagung. Seperti apa rasanya mantan Mentri dijadikan Terdakwa. Gara2 ganti Rezim, Abah DI 'dikuyo-kuyo. Ditumbalkan seolah-olah benar tuduhannya. Padahal tidak terbukti.
Gregorius Indiarto
Katanya menyesal turut menulis tentang ijazah palsu, "umuk" lah, nyesal kok diulang. Hayo,....yang tidak setuju ijazah palsu di beritakan, kalau punya "pitam" silakan naik. Met pagi, salam sehat, damai dan bahagia.
Agus Suryonegoro III
KELAS 1 DAN 2 SAYA SEKOLAH DI "SMA NEGERI 5 YOGYAKARTA", KELAS 3 NYA DI SMPP YOGYAKARTA, TAPI IJASAH SAYA DIKELUARKAN OLEH SMA NEGERI 5 YOGYAKARTA SMA Negeri 5 Yogyakarta didirikan tahun 1952 dan awalnya berlokasi di Kotabaru. Pada tahun 1973, pemerintah mendirikan SMPP (Sekolah Menengah Pembangunan Persiapan), yaitu SMPP 10 Yogyakarta. Kegiatan belajar SMPP dimulai 8 Januari 1974, namun pengelolaannya dititipkan ke SMA Negeri 5 Yogyakarta. Tahun 1974–1975, siswa kelas 3 dipindahkan ke gedung baru SMPP di Jalan Kenari. Pada 1 April 1975, guru dan staf dipindahkan dari SMA 5 ke SMPP 10. Namun secara administratif, hingga 1985, SMPP 10 masih “berinduk” ke SMA 5. Barulah pada 1985, nama resmi berubah menjadi SMA Negeri 8 Yogyakarta. Jadi, lulusan antara 1974–1975 yang sempat sekolah di SMPP tetap mendapat ijazah dari SMA Negeri 5 Yogyakarta, termasuk saya. Sistem ini mencerminkan masa transisi pendidikan nasional saat eksperimen SMPP dilakukan sebelum akhirnya "tidak jadi diteruskan" dan diintegrasikan menjadi SMA biasa, dengan mendirikan sekolah baru, yaitu SMA Negeri 8 Yogyakarta. ### Salah dua yang akhirnya lulus dari SMPP adalah: 1). Satu adik saya. 2). Kapolri, pak Sigit.
Agus Suryonegoro III
HONOR MENULIS DI DISWAY.. "Saya pun memberi tahu Ariono: zaman sudah berubah. "Menulis artikel di media yang tidak berbayar juga tidak menerima bayaran. Begitu kata penutup CHDI hari ini. ### Kata penutup itu sebenarnya ditujukan kepada: 1). Pak Ariono, sahabat Disway dan mantan wartawan JP yang diminta tolong pak Dahlan untuk menuliskan cerita tentang Dr. M. Taufik. Jadi pak Ariono tidak berhak bayaran, meski karena: Pertama, akadnya adalah "minta tolong". Dan kedua, tulisannya dimuat di media gratisan. Meski terima iklan. 2). Juga ditujukan kepada para "perusuh", komentator Disway. Baik komentator tetap, komentator dadakan, maupun "komentator spesialis". Bahkan, kalau ada, juga komentator "sub spesialis", kayak: Pak Leong Putu. Pak Bagus Aryo "Mbediun" Sutikno..
Ahmed Nurjubaedi
Sebegitu berbahayakah Pak Jokowi? Eksistensi Jokowi ternyata dipandang begitu berbahaya oleh siapapun yang ingin berkuasa di Indonesia. Kalau dilihat dengan hati-hati dan teliti, tidak hanya yg di dalam negeri namun kekuatan geopolitik global memang berkelindan dengan apa yang dihadapi Jokowi saat ini. Sang penulis skenario dan pemimpin orkestra memang tidak kaleng-kaleng. Mereka yg secara pribadi benci dengan Jokowi, atau yang sedang mencari panggung, atau yang merasa menjadi pembela kebenaran, berhasil dimanfaatkan untuk menyerang Jokowi. Siapa saja yg telah dirugikan atau akan dirugikan ketika Jokowi berkuasa (baca: akan berkuasa lagi secara tidak langsung)? Di dalam negeri kita sudah tahu. Banyak partai tidak berdaya berhadapan dengan Jokowi. Negara lain? Amerika dan Eropa sudah pasti. Jokowi begitu berani dengan GPN dan QRIS hingga dipermasalahkan Amerika. Juga dekat dengan Tiongkok. Hilirisasi produk tambang membuat Eropa meradang. Itulah mengapa serangan ke Jokowi akan semakin keras ketika Jokowi menunjukkan gelagat untuk kembali aktif berpolitik.... Menurut Hideyoshi sang Taiko, kejadian apapun yang langsung atau tidak langsung terarah ke padamu, sedang ingin menjatuhkanmu. Akankah Jokowi berhasil mengatasi semuanya? Apakah Jokowi sekaliber Hideyoshi atau bahkan melebihinya? Atau dia seorang raja Jawa yang telah melihat ufuk barat?
Agus Suryonegoro III
IJASAH ITU APA SIH..? Ribuan, atau utaan orang Indonesia sudag memiliki beberapa ijasah, dan pernah terlibat perdebatan tentang ijasah. Tapi banyak yang definisi resminya tidak tau. Ijazah adalah: "Dokumen resmi yang dikeluarkan oleh lembaga pendidikan, seperti sekolah, perguruan tinggi, atau universitas, yang menyatakan bahwa seseorang telah menyelesaikan suatu jenjang pendidikan atau lulus dari program studi tertentu sesuai dengan standar yang ditetapkan. Secara formal, ijazah berfungsi sebagai: 1). Bukti kelulusan dari suatu jenjang pendidikan (misalnya SD, SMA, S1, S2 S3). 2). Legalitas kemampuan akademik seseorang. 3). Syarat administratif untuk melanjutkan pendidikan atau melamar pekerjaan. ### Dalam hukum Indonesia, ijazah juga diakui sebagai "dokumen negara" yang tidak boleh dipalsukan atau disalahgunakan, karena termasuk dalam kategori dokumen otentik.
Sumber:
Komentar: 134
Silahkan login untuk berkomentar